LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN HAMA PENYAKIT TERPADU
Pengendalian hama terpadu secara mekanis

DISUSUN OLEH :
PETRUS SIMATUPANG
E1J009094
LABORATORIUM PROTEKSI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
BENGKULU
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang.
Untuk meningkatkan hasil
pertanian yang lebih banyak, banyak cara yang dapat dilakukan diantaranya dengan cara ekstensifikasi pertanian dan
intensifikasi pertanian. Tapi dalam hal hal berbudidaya tanamn pertanian banyak kendala yang dihadapi oleh petani.
Baik itu dalam bibit, penanaman sampai
pemanenan.
Diantara kendalaa itu adalah hama dan penyakit. Hama dan penyakit tanaman menyerang dan
merusak usaha budidaya tanaman sehingga mengakibatkan berkurangnya kualitas dan
kuantitas hasil yang diperoleh. Dengan demikian, perkembangan dunia pertanian
tidak pernah lepas dari masalah pengendalian hama dan penyakit tanaman. Dengan
pengendalian hama dan penyakit tanaman diharapkan mampu mendapatkan hasil
produksi yang optimal dari tanaman yang dibudidayakan. Apapun dilakukan oleh petani untuk mengendalikan hama
dan penyakit yang ada pada tanamanya itu.
Pengendalian yang sering
dilakukan petani untuk mengendalikan hama dan penyakit adalah pengendalian
secara kimia/w yaitu dengan pestisida kimia. Petani lebih memilih ini dalam
pengendalian OPT (organisme Penganggu
Tanaman) tanpa mempertimbangkan
efesiensi dan bahaya akibat penggunaan pestisida. Padahal ada yang dapat
digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit. Misalnya dengan menggunakan
Musuh alami ,sanitasi, pengendalian secara mekanis dan lainnya.
B.
Tujuan praktikum
1.
Dapat melakukan
teknik sampling dengan cara pembuatan perangkap
2.
Dapat menerapkan
pengendalian hama dan penyakit secara mekanis di lapangan.
3.
Dapat
Mengidentifikasi hama yang ada pada
perangkap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip dasarnya dari pembuatan
perangkap hama adalah menjebak hama
menggunakan pemikat tertentu. Lalat buah Bactrocera sp jantan akan
mengikuti bau hormon betinanya sehingga diciptakan senyawa yang baunya mirip
hormon lalat buah betina. Beberapa jenis kutu tertarik pada warna kuning
mencolok sehingga dibuat jebakan dari kertas atau plastik kuning yang diluluri
lem. Ngengat dan serangga nokturnal—aktif di malam hari—tertarik pada
nyala api atau lampu, makanya dibuatkan perangkap obor dan lampu.
Jenis-jenis
perangkap:
1.
Perangkap kuning
Jebakan ini didasari sifat serangga
yang menyukai warna kuning mencolok. Musababnya warna itu mirip warna kelopak
bunga yang sedang mekar sempurna. Permukaannya dilumuri lem sehingga serangga
yang hinggap bakal lengket sampai ajal menjemputnya. Perangkap kuning ampuh memikat
hama golongan aphid, kutu, dan tungau. Itu juga dijadikan indikator
populasi hama di sekitarnya. Saat jumlah hama yang
tertangkap perangkap melebihi ambang yang ditentukan, misalnya 50 individu kutu
putih/hari, maka saat itu perlu dilakukan penanggulangan serius dengan
pestisida kimia maupun biologis. Umumnya perangkap berbentuk lembaran triplek,
fiber, atau karton tebal berukuran 15 x 15 cm2 dan dilumuri vaselin, oli, atau
minyak jelantah dengan kepadatan 60—100 perangkap/ha.
2. Lampu
Serangga nokturnal menjadikan cahaya
dominan di suatu tempat sebagai panduan utama. Mereka akan terbang mendekat
begitu melihat cahaya, baik berasal dari lampu maupun nyala api. Di tempat
terang itu mereka bertemu lawan jenis lalu kawin untuk meneruskan generasinya.
Sebelum ada penerangan buatan manusia, cahaya terang itu hanya berasal dari
bulan. Saat terang bulan, serangga keluar dan beramai-ramai kawin. Hasilnya,
populasi serangga meningkat ketika bulan memasuki bulan mati, yaitu periode
5—10 hari sesudah purnama. Hama dari golongan serangga di kebun pun mempunyai
sifat yang sama. Makanya pekebun membuat perangkap lampu. Serangga bakal
terbang mengitarinya sampai akhirnya jatuh atau masuk jebakan berupa air atau
lem yang diletakkan di bawah lampu. Perangkap ini bisa mengendalikan hama dari golongan
aphid, kupu, ngengat, atau kumbang. Sebanyak 10—20 perangkap/ ha diletakkan
25—40 cm lebih tinggi daripada tanaman.
3. Feromon
Jebakan itu dibuat dengan memanfaatkan
kebutuhan komunikasi serangga pengganggu tanaman. Komunikasi itu dilakukan
dengan hormon bernama feromon. Itu berguna untuk menunjukkan adanya makanan,
memikat pejantan, menandai jejak, membatasi wilayah teritorial, atau memisahkan
kelas pekerja, tentara, dan ratu. Yang sekarang banyak digunakan adalah feromon
untuk menarik pasangan.
Zat yang baunya mirip feromon betina—disebut bahan
atraktan—dipasang pada perangkap yang ditempatkan di kebun. Serangga jantan
akan tertarik an masuk ke perangkap yang sudah diberi air atau lem. Makhluk
sial yang tertipu itu pun menemui ajalnya. Sejak 2 tahun terakhir perangkap itu
populer digunakan untuk memerangi lalat buah yang menjadi momok di perkebunan
buah-buahan skala sedang sampai luas. Atraktan yang paling banyak dipakai
adalah metil eugenol. Lahan 1 ha cukup dipasangi 8—10
perangkap lantaran aroma tajamnya bisa
Salah satu masalah dalam membudidayakan tanaman khususnya sayuran dan hortikultura
baik di lahan tadah hujan/irigasi, lahan kering, lahan rawa pasang surut maupun
rawa lebak adalah adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yaitu serangan
hama dan penyakit. Di lahan pasang surut ditemukan beberapa jenis hama potensial
pada tanaman sayuran seperti hama perusak daun (ulat grayak, ulat jengkal, ulat
pengorok daun serata hama perusak buah yaitu lalat buah). Hama lalat buah merupakan hama penting pada
tanaman hortikultura dan dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap 150
spesies tanaman buah dan sayur-sayuran di daerah tropis dan subtropis (Haramoto
dan Bess 1970, Alyoklin et al. 2000, Bateman 1972, Hasyim et al.
2006 dan 2008). Lalat buah meletakkan telurnya dengan menusukkan ovipositor ke
dalam buah, kemudian larva menetas dan berkembang di dalam buah. Kerusakan yang
diakibatkan hama ini menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang
diinginkan, sehingga produksi, baik kualitas maupun kuantitasnya menurun.
Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh serangan hama lalat buah bervariasi
antara 30-100% bergantung pada kondisi lingkungan dan kerentanan jenis buah
yang diserangnya (Gupta dan Verma 1978, Dhillon et al. 2005a, 2005b, dan
2005c).
Hama lalat buah menggunakan sejumlah isyarat visual (visual
cues) ataupun isyarat kimia (chemical cues) untuk menemukan
inangnya. Kesesuaian isyarat visual maupun kimia menentukan ketertarikan lalat
buah terhadap inangnya.
Menurut Thamrin et.al (2002), melaporkan bahwa ditemukan beberapa
jenis hama sayuran seperti pada tanaman sawi adalah ulat grayak (Spodoptera
litura), ulat plutela (Plutela xylostella), penggerek pucuk (Crocidolomia
binotlid) pada tanaman timun adalah kutu daun (Aphid gossypii), lalat
buah (Dacus cucurbitae), ulat buah (Diaphania indica). Pada
tanaman paria adalah kutu daun (Aphid sp.), tungau (Trips sp.),
lalat buah (Dacus sp), kumbang daun (Aulocophora similes), ulat
grayak (Spodoptera sp), ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites) dan
lalat buah (Dacus sp). Tingkat kerusakan dari hama utama tersebut cukup
bervariasi antara 10- 25%. Pada MH. 2002/2003 telah terjadi ledakan hama (Diaphania
indica), pada tanaman paria ulat pemakan daging buah dilahan rawa pasang
surut dengan tingkat kerusakan dapat mencapai 80-10 %.
Semut rangrang (Oecophylla smaragdina F), memiliki sifat morfologik
sebagai pemangsa,keberadaan rangrang sebagai pemangsa juga tampak apabila
rangrang bertemu dengan ulat pemakan daun.Hasil pengamatan intensitas kerusakan
akibat lalat buah pada paria, yang diberi perlakuan semut rangrang dimana
intensitas kerusakan relatif jauh lebih rendah dibandingkan tanpa perlakuan. Tanaman
paria yang diberi semut rangrang intensitas kerusakan berkisar antara 1-2% Hal
ini dikarenakan rangrang sangat aktif mencari mangsa terutama dari lalat buah
berupa telur yang diletakkan pada paria tersebut. Telur-telur tersebut tidak
sempat menetas untuk menjadi larva, karena diambil semua untuk dimakan dan
sebagian dibawa kedalam sarang sebagai makanan anak-anaknya. Pengamatan secara
visual dimana imago lalat buah yang hinggap pada tanaman paria tersebut selalu
dihadang oleh rangrang dan diserbu beramai-ramai, sehingga dapat menghindari
dari peletakkan telur oleh imago lalat buah. Disamping itu, semut rangrang
ersebut kalau menggigit kebiasaannya selalu mengeluarkan cairan yang berbau
langu. Hal ini diduga pula bahwa cairan berbau tersebut yang dikeluarkan oleh
rangrang dapat mempengaruhi/mengusir lalat buah. Semut rangrang yang bersarang
pada tanaman jambu juga menunjukkan sifat predasi yang nyata.
Fenomena ini terjadi pada jambu, yang buahnya diserang lalat buah. Larva
lalat buah yang sedang keluar untuk berkepompong sudah dihadang semut rangrang.
Begitu bagian depan telah muncul dan digigit, larva segera ditarik keluar dan
dikeroyok oleh 5-8 ekor rangrang yang menggigit dengan posisi melingkar,
sehingga larva lalat buah tidak berkutik (Soeprapto,. 1999).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A.
Waktu dan tempat
Praktikum
dilaksanakan di Medan Baru, Bengkulu
pada 27 november 2011. Jam 10.00 WIB
B.
Bahan dan Alat
·
Kertas karton
·
Kertas manila
warna hijau , dan orange,
·
Lem
·
Bambu kecil panjang
30 cm
·
Aqua Cup plastik = 2 buah
·
Sabun colek
·
Gunting
·
plastik
C.
Cara kerja
Pembuatan
perangkap warna
1.
Potong kertas
karton dan manila berukuran 20 cm x 30
cm.
2.
Lengketkan kertas
manila pada kertas karbon. Kemudian
sebarkan lem pada kertas warna. Lalu tancapkan kayu bambu kecil pada kertas
karton sebagai tiang.
3.
Tancapkan tiang perangkap tersebut pada tiap petakan. Biarkan sampai beberapa
hari.
Perangkap lubang
1.
Isi air pada aqua
cup tersebut sebanyak 2/3 bagiannya dan campurkan sedikit sabun colek.
2.
Gali lobang
seukuran aqua gelas tersebut. Kemudian masukkan gelas aqua cuap yang sudah
berisi air. Dan datar kan tanah
disekitar lobang tersebut.
3.
Buat naungan plastik pada perangkap lobang tersebut.
Beberapa hari
kemudian , ambil semua perangkap. Amati hama yang ada pada tiap perangkap.
Hitung jenis, dan banyak populasi tiap hama pada tiap jenis perangkap.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL
1.
Perangkap lubang
a.
Lubang 1 :
-
jangkrik = 5 ekor
-
lalat = 2 ekor
-
belalang = 1 ekor
-
semut = 1
b. lubang 2:
-
jangkrik = 2 ekor
-
belalang = 1 ekor
-
semut = 1
hama yang mendominasi poda perangkap lubang = jangkrik
hama lain = lalat,
belalang, semut,
2.
perangkap warna
Warna perangkap
|
Perangkap ke -
|
||
1 (ekor )
|
2 (ekor )
|
3 (ekor )
|
|
Hijau
|
Lalat = 10
Semut = 1
Hymenoptera = 5
|
Lalat = 16
Semut = 7
Nyamuk =1
Hymenoptera =2
|
Lalat = 9
Semut = 1
Hymenoptera =
|
Orange
|
Lalat = 4
Semut = 2
Hymenoptera =1
Coleoptera =1
Nyamuk =1
|
Lalat = 4
Semut = 2
Coleoptera =1
Hymenoptera = 1
|
Lalat = 10
Hymenoptera =1
Coleoptera = 3
Nyamuk = 3
|
Cokelat
|
Tidak ada (
perangkap rusak )
|
B.
Pembahasan
Pada setiap perangkap yang kami buat , ada beberapa hama
yang paling mendominasi pada tiap jenis
perangkap. Pada perangkap lobang , hama yang mendominasi adalah jangkrik.
Jangkrik merupakan organisme yang sering hidupnya ditanah. Hama ini
kelihatannya menyukai air dibandingka hama yang lain, misalnya belalang. Untuk itu ,maka perangkap lobang
sangat cocok dibuat untuk mengendalikan hama yang hidup dipermukaaan tanah.
Pada perangkap warna hijau dan orange , hama yang
mendominasi adalah hama lalat dan
hymenoptera. Hama lain adalah
hymenoptera , maupun coleoptera. Sedangkan
perangkap warna cokelat, tidak ada karena perangkap rusak. Dari ketiga
perangkap warna ini , perangkap yang paling banyak hamaya adalah pada perangkap warna hijau. Berdasarkan data
itu, dapat kita lihat bahwa warna yang
paling disukai oleh hama adalah warna kuning.
Maka untuk
menerapakan perengkap warna , warna yang
paling cocok adalah warna hijau daripada warna
orange atau pun coklat. Untuk penerapan pengendalian hama secara mekanis
ini. Hanya belaku untuk beberapa jenis hama saja. Dan ini paling efektif untuk
mngendalikan hama lalat.
BAB V
KESIMPULAN
·
Untuk mengendalikan
hama yang ada sering ada dipermukaan tanah adalah(jangkrik) perangkat lobang.
·
Perangkap warna
yang paling disukai oleh hama serangga adalah warna hijau daripada warna orange maupun cokelat. Maka perangkap yang
paling efektif digunakan adalah perangkap warna hijau.
DAFTAR PUSTAKA
Haramoto, F.H. and H.A. Bess. 1970. Recent Studies on the
Abundance of the Oriental and Mediterranean Fruit Flies and the Status of Their
Parasite. Hawai. Entomol. Soc. 20:551-556.
Gupta J.N., and A.N. Verma. 1978. Screening of Different Cucurbit
Crops for the Attack of the Melon Fruit Fly, Dacus cucurbitae Coq.
(Diptera: Tephritidae). Haryana J. Hortic. Sci. 7:78-82.
Soptrapto, M. 1999. Asosiasi Rangrang Oecophylia smaragdina (F)
(Hymenoptera : Formicidae) dengan Serangga lain. Dalam Syarif, H., Sadeli, N.,
Enton Santosa, Sumeno, Delon S., Tohidin., Sudarjat, Bey Permadi, M.Suhunan,
S., Nenet Susniahti dan Elly Rosmaria. Pengelolaan Serangga secara
Berkelanjutan. Prosiding Kongres Perhimpunan Entomologi Indonesia V dan
Symposium Entomologi. Bandung 24-26 Juni 1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar